W.S Rendra
Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan
Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton majapahit. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya. Setelah menikah, ia pindah agama menjadi Islam
Pendidikan
- TK Marsudirini, Yayasan Kanisius.
- SD s/d SMU Katolik, SMA Pangudi Luhur Santo Yosef, Solo - Tamat pada tahun 1955.
- Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta - Tamat.
- kursus dengan fadli dzulikram
- mendapat beasiswa American Academy of Dramatical Art (1964 - 1967).
Rendra sebagai sastrawan
Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku
SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama
untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia
juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya, dan
terutama tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat.
Ia pertama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun
1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar
mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni,
Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti
terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah
tahun 60-an dan tahun 70-an.
"Kaki Palsu" adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP,
dan “Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang
mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di
SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya. Prof.
A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989),
berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra
tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga
di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India.
Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di
antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979),
The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995).
Bengkel Teater dan Bengkel Teater Rendra
Pada tahun 1967, sepulang dari Amerika Serikat,
ia mendirikan Bengkel Teater yang sangat terkenal di Indonesia dan
memberi suasana baru dalam kehidupan teater di tanah air. Namun sejak
1977 ia mendapat kesulitan untuk tampil di muka publik baik untuk
mempertunjukkan karya dramanya maupun membacakan puisinya. Kelompok
teaternyapun tak pelak sukar bertahan. Untuk menanggulangi ekonominya
Rendra hijrah ke Jakarta, lalu pindah ke Depok. Pada 1985, Rendra
mendirikan Bengkel Teater Rendra yang masih berdiri sampai sekarang dan
menjadi basis bagi kegiatan keseniannya.
Bengkel teater ini berdiri di atas lahan sekitar 3 hektar yang
terdiri dari bangunan tempat tinggal Rendra dan keluarga, serta bangunan
sanggar untuk latihan drama dan tari.
Di lahan tersebut tumbuh berbagai jenis tanaman yang dirawat secara
asri, sebagian besar berupa tanaman keras dan pohon buah yang sudah ada
sejak lahan tersebut dibeli, juga ditanami baru oleh Rendra sendiri
serta pemberian teman-temannya. Puluhan jenis pohon antara lain, jati,
mahoni, ebony, bambu, turi, mangga, rambutan, jengkol, tanjung, singkong
dan lain-lain.
Salah satu puisi W.S Rendra
Aku Kangen
Lunglai – ganas karena bahagia dan sedih,…indah dan gigih cinta kita di dunia yang fana.
Nyawamu dan nyawaku dijodohkan langit,
dan anak kita akan lahir di cakrawala.
Ada pun mata kita akan terus bertatapan hingga berabad-abad lamanya.
Juwitaku yang cakap meskipun tanpa dandanan
untukmu hidupku terbuka.
Warna-warna kehidupan berpendar-pendar menakjubkan
Isyarat-isyarat getaran ajaib menggerakkan penaku.
Tanpa sekejap pun luput dari kenangan padamu
aku bergerak menulis pamplet, mempertahankan kehidupan.
sumber:http://riniintama.wordpress.com/puisi-sastra/puisi-puisi-ws-rendra/
0 komentar:
Posting Komentar